kaukusnews.id, MAKASSAR – Tunjangan Hari Raya (THR) bagi karyawan swasta hal wajib diterima. Perusahaan yang tidak membayarkan THR karyawannya bakal disanksi.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sulsel, Ardiles Assegaf menegaskan, pihaknya akan melakukan pengawasan.
Pihaknya akan membentuk posko pengaduan khusus untuk perusahaan yang tak membayarkan Tunjangan Hari Raya kepada pekerja.
“Kalau ada pekerja yang tidak dibayarkan THR nya silahkan melapor ke posko pengaduan yang kita bentuk,” ujar Ardiles di Gedung DPRD Gowa, Rabu, 20 Maret 2024.
Rencananya posko ini akan dibentuk oleh Disnaker masing masing daerah di 24 kabupaten/kota di Sulsel.
“Seluruh Disnaker (di kabupaten/kota) untuk membentuk titik titik posko supaya menggampangkan teman teman pekerja untuk melakukan pengaduan jika tidak diberikan hak,” imbuhnya.
Ardiles menekankan kepada perusahaan di Sulsel untuk tepat waktu dalam membayarkan THR kepada pekerja. Paling lambat H-7 sebelum Hari Raya Idul Fitri.
“Kepada seluruh perusahaan untuk memberikan THR paling lambat 7 hari sebelum idul Fitri,” tegasnya sembari menyampaikan sedang menggodok Surat Edaran kepada bupati walikota untuk memonitor penyaluran THR Perusahaan di daerah masing-masing
Perhitungan THR kata Ardiles yakni 1 bulan gaji yang didapatkan pekerja. Jika tak dibayarkan sampai batas waktu yang ditentukan, perusahaan dapat diberikan teguran hingga sanksi pidana.
“Jika misalnya tidak diberikan tentu ada sanksi, nanti disnaker melalui pengawas yang akan melakukan panggilan kepada perusahaan yang tidak menyelesaikan kewajiban. Tentu kita tegur dulu, himbau dulu,” bebernya.
Menteri Ketenegakerjaan RI, Ida Fauziah menekankan bahwa pemberian tunjangan hari raya keagamaan merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh.
”Sekali lagi saya pertegas kembali bahwa THR harus dibayar penuh dan tidak boleh dicicil. Saya minta perusahaan agar memberikan perhatian dan taat terhadap ketentuan ini,” ujar Ida dalam keterangan persnya.
Menaker mengatakan, THR keagamaan diberikan kepada pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus atau lebih, baik yang mempunyai hubungan kerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT), perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), termasuk pekerja/buruh harian lepas yang memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan.
Terkait pekerja/buruh yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja harian lepas, Ida menyampaikan bahwa bagi pekerja/buruh dengan masa kerja 12 bulan atau lebih maka upah 1 bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan.
Sedangkan bagi pekerja yang masa kerjanya kurang dari 12 bulan maka upah 1 bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja tersebut.
“Sedangkan untuk pekerja/buruh yang menerima upah dengan sistem satuan hasil, maka perhitungan upah 1 bulan didasarkan pada upah rata-rata 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan,” imbuhnya.