kaukusnews.id, MAKASSAR – Sejumlah partai politik di Sulawesi Selatan mulai merespons pemisahan jadwal Pemilu nasional dan lokal, menyusul terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Melalui putusan tersebut, Pemilu nasional yang mencakup pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, serta DPD akan dilaksanakan terpisah dari Pemilu lokal, yang mencakup pemilihan anggota DPRD provinsi, kabupaten/kota, serta kepala daerah.
Dengan demikian, sistem Pemilu serentak yang selama ini dikenal sebagai Pemilu lima kotak resmi tidak lagi berlaku.
Golkar Sulsel: Mesin Politik Sudah Siap
Menanggapi hal ini, Partai Golkar Sulsel menyatakan bahwa perubahan skema pemilu tidak menjadi hambatan bagi konsolidasi maupun kesiapan politik partai.
“Model apa pun yang ditetapkan, bagi Golkar tidak masalah. Organisasi kami sudah solid dari pusat hingga daerah,” ujar La Kama Wiyaka, Wakil Ketua DPD I Partai Golkar Sulsel Bidang Pemenangan Pemilu, Selasa (1/7/2025).
Menurutnya, struktur partai yang kuat hingga ke akar rumput membuat Golkar tetap siap menghadapi perubahan format pemilu. Namun ia menilai masyarakat akan menjadi pihak yang paling terdampak secara teknis.
“Yang dirugikan sebenarnya rakyat, karena harus datang ke TPS dua kali dalam lima tahun. Dulu cukup sekali, sekarang jadi dua kali,” ujarnya.
Demokrat: Momentum Perkuat Demokrasi Daerah
Sementara itu, Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Demokrat Sulsel, Andi Januar Jaury Dharwis, menilai pemisahan pemilu membuka ruang perbaikan demokrasi, namun juga menyimpan sejumlah tantangan.
“Jika dikelola dengan baik, ini bisa menjadi momentum memperbaiki sistem demokrasi agar tidak berhenti sebagai kegiatan lima tahunan, tapi hidup sepanjang waktu,” ujarnya.
Ia menilai, pemilu lokal yang digelar terpisah memberi peluang bagi isu-isu daerah untuk tampil lebih dominan. Politik lokal pun dapat berkembang tanpa terlalu dibayangi agenda nasional.
Namun Januar juga mengingatkan potensi turunnya partisipasi pemilih pada Pemilu daerah. “Tantangannya adalah menjaga agar pemilu lokal tetap menarik dan tidak sekadar menjadi formalitas politik,” katanya.
Lebih jauh, Demokrat menyoroti risiko politik akibat jeda antara masa jabatan yang berakhir dengan pelaksanaan pilkada. Kekosongan kepala daerah definitif dinilai bisa menghambat kaderisasi dan ruang politik partai.
“Plt kepala daerah biasanya bukan dari kader partai dan tidak punya relasi politik dengan partai pemenang. Akibatnya, ruang eksekutif kosong dua tahun,” jelasnya.
Ia juga mengkritisi wacana perpanjangan masa jabatan DPRD hingga 2031, karena berpotensi mematikan peluang kader baru untuk tampil setelah gagal di Pileg 2024.
“Regenerasi terhambat. Yang gagal di 2024 tidak punya panggung sampai tujuh tahun,” imbuh mantan Ketua Komisi C DPRD Sulsel ini.
Meski demikian, Demokrat Sulsel menyatakan siap menghadapi perubahan ini dengan konsolidasi menyeluruh, dari tingkat desa dan kelurahan hingga pemetaan ulang basis suara.
“Demokrasi bisa ditunda, tapi perjuangan tidak boleh berhenti. Kita harus mampu mengubah setiap keputusan menjadi ruang strategi,” tegasnya.
PKB: Masih Ada Polemik Hukum, Tapi Kami Siap
Ketua Badan Pemenangan Pemilu (BPP) DPW PKB Sulsel, Syamsu Rizal MI atau Deng Ical, menyambut putusan MK ini dengan lebih hati-hati. Ia menilai aspek legal dan kewenangan MK dalam membuat norma yang langsung berlaku masih menyisakan polemik.
“Apakah MK berwenang sampai menetapkan norma baru? Itu masih menjadi perdebatan. Ini menyangkut batas antara ranah konstitusi dan ranah undang-undang,” ujarnya.
Meski demikian, Deng Ical mengakui bahwa putusan ini tetap memberikan arah yang lebih jelas dalam penyelenggaraan pemilu sebagai instrumen demokrasi yang dijamin UUD 1945.
“Soal menguntungkan atau tidak, tergantung kesiapan partai. Kalau siap, ini bisa jadi peluang. Kalau tidak siap, akan jadi beban,” tegasnya.
PKB Sulsel sendiri menyatakan kesiapan menghadapi perubahan ini dan optimis dapat menjadikannya sebagai momentum penguatan strategi politik di level lokal. (*)