Oleh: Muhammad Arijal
TAK ada tatapan indah nan nyaman ketika pagi hari masih banyak sampah terlantar di pinggir jalan, bibir pantai dan sungai sungai kecil yang mengalir sampai kelautan.
Benua Afrika pernah menjadi wilayah terkotor karna memiliki beberapa daerah yang tidak bersih.
Meski punya catatan Genosida, Ibu kota rwanda merubah tesis itu menjadi Kota terbersih. Sampah nyaris tak kelihatan. Melalui program ‘Umuganda’.
Isu tentang persampahan khususnya di wilayah perkotaan sangat krusial untuk dibicarakan lalu diimplementasikan.
Kota makassar salah satu daerah yang masalah lingkungannya sangat kompleks.
Isu tentang sampah: Limbah domestik, Industri, Perhotelan, Rumah Sakit, B3 dan soal kualitas udara merupakan mata rantai lingkungan hidup.
Persoalan sampah di kota Makassar telah banyak yang memikirkan bagaimana dampak dan pecegahanya.
Namun sampai detik ini masih banyak tempat belum diperhatikan. Sudah bertahun-tahun sampahnya belum dibersihkan, hanya tertambah. Bagi anak Milenial-Gen Z pasti tau daerah sepanjang pantai tanjung bayam.
Selama kita makan dan minum maupun belanja, kita pastinya memproduksi sampah dan limbah
Makassar dengan jumlah penduduk sekitar 1,4 juta jiwa kalau diasumsikan bahwa setiap orang memproduksi sampah 1Kg /minggu.
Artinya, setiap pekan Makassar menghasilkan sampah 1,4 juta ton per minggu. Itu baru sampah domestik. Lalu bagaimana dengan sampah atau Limbah Industri, Perhotelan, Rumah sakit yang mengandung B2 & B3?
Beberapa pelaku industri plastik telah menyadari bahwa secara ekonomis, lebih murah memproduksi sampah plastik dari pada mengolahnya kembali menjadi barang mentah-setengah jadi. Dan kembali menjadi barang jadi atau siap pakai.
Pengelolahan sampah dan limbah di Makassar masih cukup terbatas dan membuat orang sulit mengaksesnya, mungkin salah satu alasan masyarakat malas memilah sampahnya.
Bicara soal sampah tidak terlepas oleh peningkatan perekonomian. Sektor UMKM misalnya.
Sejauh ini pernahkan kita membayangkan, ada sekian misalnya gadde2 (Warung kecil) di lorong-lorong memprodusksi sampah plastik atau bahkan plastik sekali pakai.
Regulasi sampah plastik sekali pakai telah diatur dalam UU no 18 tahun 2008. Namun masih ada saja toko swalayan atau lokal yang melanggar.
Fenomena itu masih sering dijumpai di kota Makassar, salah satunya di jalan Pengayoman. Hampir di setiap cafe-warung kopi di kota Makassar.
Tahun 2024 pemkot Makassar telah memikiran bagaimana strategi ramah lingkungan tentang penataan bank sampah. menghadirkan inovasi bank sampah 1073 unit, tersebar di perkantoran dan warga, dengan menerapkan konsep 3R (Reduce, Reuse dan Recycle). Namun pada praktiknya ukuranya selalu saja tidak mampu menampung sampah yang beraktifitas di wilayah tersebut.
Fenomena sampah sejak lama cukup membingungkan, sebab ada juga sampah yang sulit didaur ulang atau disebut RESIDU seperti popok.
Sessunguhnya di Makassar setiap rumah memiliki barang elektroik dan tingkat mobilitas pegguna internet di kota ini cukup besar sehingga itu juga dapat menimbulkan E-Waste atau sampah elektronik. Sepertinya Makassar butuh teknologi pengolahan sampah eleltronik.
Bagi DLH, masyarakat yang mampu memilah sampahnya, boleh ditukar dengan uang katanya.
Kita menyadari bahwa kebijakan ini memiliki nilai ekonomis, karna itu akan jadikan sebagai tenaga pembangkit listrik (PSEL).
Yang soal, sejauh mana kesadaran masyarakat mempraktekkan mengenai pemilahan sampah? Apakah cukup bank sampah di kota Makassar menampung dengan menerapkan konsep 3R?
Bagiku, mestinya semua stakeholder yang memlilki pengaruh atas kebijakanya khususnya forkopimda, dapat membuat aturan yang cukup radikal atau bahkan menakut-nakuti warga agar kesadaran soal membuang dan memilah persampahan tidak asal asalan.
Edukasi tentang sampah bagi anak dan cucu kita di masa depan sangat penting ditanamkan bagi setiap individu.
Apalagi kalau ada regulasi soal denda-ganti rugi.
Bagi yang tidak menerapkan konsep 3R di rumahnya masing2, saya kira itu akan menimbulkan kesadaran kritis.
Sessungguhnya di era industrialisasi, manusia dan sampah sesuatu yang terikat, di mana ada manusia di situ ada sampah. (Muhammad Arijal)