kaukusnews.id, MAKASSAR – Mantan PTKP Cabang Makassar periode 2014-2016, Muhammad Fadly, menyebut tak ada alasan untuk menerima laporan pertanggung jawaban (LPJ) pengurus di Kofercab ke-42.
Alumni dari Korkom UMI itu mengatakan, pasca terpilih sejak Agustus 2021, HmI Cabang Makassar dibawa kepemimpinan Arsy Jailolo, boleh dikata tak ada kinerja yang patut dibanggakan.
“Jangankan Warga Kota Makassar, untuk buka kegiatan di Komisariat semisal Bastra, Pengelola training kerapkali merubah jadwal karena Ketua Umum lambat datang membuka,” terang Fadly, Minggu (21/4/2024).
“Terbukti di Pleno satu, untuk kali pertama dalam sejarah Cabang Makassar, puluhan Komisariat menolak LPJ,” tambahnya.
Fadly menilai penolakan LPJ di Pleno satu kemarin seharunya dilakukan juga di Konfercab ke-42 untuk membuktikan bahwa jadi pengurus apalagi Ketua Umum itu bukan hal yang mudah.
“Kita tahu, bahwa pasca terpilihnya Ketua Umum Makassar yang kini menjabat sebagai salah satu Ketua Bidang di PB HMI. Harusnya melakukan silaturahmi dengan pengurus Komisariat dan Korkom. Ini, malah ketemu sama Wali Kota,” imbuhnya.
Dampaknya kata Fadly, beberapa Komisariat di Cabang Makassar susah payah melakukan perkaderan.
“Training di beberapa Komisariat terpaksa ditunda karena kekurangan peserta. Dan mungkin itu terjadi karena Ketua Umum lebih mengagendakan bertemu senior atau pejabat ketimbang pengurus komisariat dan korkom,” ungkapnya.
Bagi Fadly, keputusan Ketua Umum memilih jadi Pengurus PB pasca pleno satu Cabang ketimbang memperbaiki hubungan dengan Komisariat dan Korkom terutama yang menolak LPJ adalah langkah yang keliru dan sangat fatal.
Fadly membandingkan kepengurusannya pada periode 2014-2016 dan saat ini itu sangat jauh berbeda.
“Kemarin LPJ kami waktu jadi pengurus, semua komisariat menerima. Itu karena kami pengurus apalagi Ketua Cabang aktif melakukan pendekatan dan membantu teman-teman komisariat apalagi soal perkaderan, walau boleh dikata kepengurusan kami juga masih jauh dari sempurna,” katanya.
Fadly menganalogikan bahwa baik buruknya kepengurusan itu ada di kepala atau Ketua Umum Cabang.
“Jika baik Ketua Umum maka baik pula kepengurusan. Ini belum usai kepengurusan, sudah memilih jadi Pengurus PB. Artinya tak ada itikad baik memperbaiki,” sebutnya.
Olehnya kata Fadly, memilih Ketua Umum di Konfercab ke-42 seharusnya bukan karena perintah atau kepentingan senior belaka, melainkan sosok calon yang peduli terhadap HmI.
“Ya, kita berharap saja Konfercab kali ini bisa melahirkan Ketua Umum yang peduli terhadap HMI terutama di Perkaderan,” pungkasnya.